Jadilah Dirimu Sendiri



Kulitnya hitam, rambutnya tak lurus tapi keriwil keriwil, bu’de dan maci-macinya lebih senang memanggilnya iting, bukan untuk maksud mengejek, tetapi lebih karena alasan memang sangat menggemaskan. Rambut yang tidak banyak dimiliki oleh anak-anak perempuan sebayanya. Bayangkan saja, kalau biasa melihat rambut anak-anak yang lurus tergerai, dan berpaling ke rambutnya, wuiih it’s amazing. Dan asli loh. Ketika akan di kuncir, beberapa ah bukan beberapa tetapi banyak helai-helai rambutnya akan menggelung bagaikan pegas. Persis pegas. Dahulu waktu dia masih berusia 3-5 tahun dia sangat tak suka menguncir rambutnya. Senangnya dibiarkan tergerai, alhasil lebih kelihatan ke gimbal-gimbal halus begitu, hehehe. Sekarang mungkin karena sudah sekolah, mulai kelihatan rapi. Terakhir waktu melihat foto yang di upload mamanya sewaktu mengisi sebuah acara di TVRI, dia kelihatan sangat anggun, dan manis. Sangat menggemaskan. Dengan bola mata yang bulat, bulu mata lentik, alis hitam tebal, dan rambut dikucir rapi, ah gadis kecilku kelihatan lain sekali, istimewa.

 Memasuki masa sekolah, bertemu banyak teman, sepertinya dia mulai merasa bahwa dirinya agak lain sendiri. Dimana secara fisik berbeda, dilihat dari warna kulit, bentuk rambut dan kelakuan agak-agak tomboy, jika dibandingkan dengan kawan-kawan sebayanya yang kebanyakan berambut lurus, kulit putih, dan gaya bicara yang halus lembut. 
 Dan di suatu waktu di tengah menikmati waktu berkualitas bersama sang mama.
Terjadilah percakapan berikut :

A : “Mama, b pung kawan (sebut saja) Thalia tuh cantik e Ma.”

M : “Ah iya kah…Kakak juga cantik.”

A : “Sonde Mama, Thalia tuh cantik. Dia pung kawan banyak. Dia putih, rambut lurus, bicaranya juga halus. Dong sonde mau bekawan deng beta. Kakak pengen cantik seperti Thalia”.

M : “Oh begitu. Nah Kakak ada teman kah sonde di sekolah?”

A : “Ada mama. Sebut Saja Cindy. Dia selalu bermain dengan beta”.

M : “Ok kalau begitu jadi teman yang baik buat Cindy saja sudah. Dan Mama lebih suka lihat kakak yang seperti ini. Kalau kakak berubah cantik jadi seperti Thalia, berarti mama sonde kenal lai, karena bukan Kakak nah, bukan mama punya anak. Jadi saja Kakak yang seperti ini saja mama sudah senang. Dan ingat apa yang mama selalu bilang : Cantik dan Jelek itu tidak penting, yang penting itu hati”.

A : “Begitu ko Ma”.

M : “Iya”.


Dan aku disini berperan sebagai pendengar. Terharu, bangga, senang dan sejuta perasaan bahagia seketika melingkupi diriku. Oh iya percakapan mama dan anak ini aku dengarkan sejak hari Jumat lalu. Ini adalah hal-hal kecil tapi berdampak luar biasa bagi perkembangan anak. Dia adalah adik perempuanku ; dengan sangat cerdas mampu menanamkan rasa PD kepada anak perempuannya dengan penjelasan yang sangat sederhana. Ingin memeluknya saat itu juga, tapi kami terpisahkan ruang dan waktu. 


Terima kasih adikku sayang, cerita ini adalah cerita kita. Cerita sebagai seorang mama dari dua orang anak. Bagaimana melihat anak-anak kita bertumbuh. Cerita ini bukan cerita biasa buatku. Cerita ini terus terngiang di telingaku, cerita ini terus menggelitikku dalam refleksiku. Betapa sering aku berusaha menjadi orang lain dengan berlaku sebagai a people pleaser daripada harus menjadi diriku sendiri.

Dirimu hebat sayang sebagai seorang mama yang juga bekerja. Bagaimana kau berjuang untuk kehidupan rumah tanggamu, keluargamu dan anak-anakmu. Belajar menjadi bijak tanpa aku sadari sebagian besar bagian proses itu adalah hasil dari penyerapan sari dari sharing-sharing kita…


Dalam percakapan kami yang lain ketika aku galau memikirkan nasib masa depanku - dia menguatkanku dengan berkata : “Dan Tuhan berkata, pelan-pelan saja, nikmati prosesnya semua ada waktunya”.  

Adik perempuanku ini jarang baca alkitab ; tapi bisa kupastikan imannya akan Kristus tercermin dalam setiap kata-kata dan sikapnya. Memilikinya sebagai seorang adik adalah juga berkat terindah dari-Nya. Dan betapa aku bersyukur untuk itu. 


 Dalam sikap kekanak-kanakan kita sering bertengkar, berebut mainan, beradu argument, berita baiknya setelah melalui semua itu kita bisa menjadi solid sebagai saudari , sahabat dan teman itu luar biasa.

Salam Sayang untuk anak-anak e, Maci.

I love you so much, dear….


Note : Kami tumbuh bersama dan aku menjadi penerjemahnya ketika usianya menginjak 5 tahun waktu itu  dia belum lancar berbicara. Kalau ke kios hendak membeli sesuatu maka aku harus mengikutinya membantu menerjemahkan apa yang keluar dari mulutnya. Pentang pentung, neng nong, onco onci onco dll hehehe. Pernah sekali di sekolah ; kami beda setahun aku duduk di bangku kelas II dan dianya di kelas I. Ketika selesai apel, ada yang memanggilku kata teman : “itu lihat adikmu menangis”. Aku pergi menghampirinya dan dia memang menangis, kebingungan membolak balikkan sepatu di kakinya ; berusaha mencocokan sepatu itu di kedua kakinya, sayang tak berhasil. Dan ketika kuperhatikan baik-baik bagaimana mau padu padankan jadi sepasang kalau sepatu yang dia pakai itu kiri-kiri. LOL.

Jika dahulu aku menjadi penerjemahnya kini dia seperti menjadi guide dan seseorang yang memegang tanganku, salah satu tempatku berkeluh kesah.

Komentar

Postingan Populer